Semua tulisan di blog ini

Semua tulisan di blog ini
Semua tulisan di blog ini bukan menganjurkan untuk membeli/menjual saham/obyek trading Anda, Semua keputusan ada di tangan Anda karena itu berhati-hatilah dalam melakukan trading dan investasi.

Selasa, 25 Januari 2011

Jebakan I P O

Jika anda termasuk yang membeli saham IPO Martina Berto (MBTO), maka anda pasti tergoda dengan pendapat yang menyebutkan bahwa perusahaan consumer goods ( kosmetik wanita) seperti MBTO, tentunya memiliki kinerja yang bagus, karena sampai kapanpun kaum wanita akan selalu membutuhkan bedak dan lipstik. Tapi kenapa pada waktu listing hari perdananya pada 13 Januari lalu, MBTO malah ditutup turun? Apakah kinerjanya buruk?

Selain MBTO, perusahaan kosmetik yang juga listing di BEI adalah Mustika Ratu (MRAT), Mandom (TCID), dan Unilever (UNVR). Tapi TCID jarang dibicarakan investor, karena likuiditas sahamnya sangat seret. Sementara UNVR tidak cocok jika digolongkan sebagai perusahaan kosmetik, karena selain memproduksi kosmetik, UNVR juga memproduksi makanan, minuman, dan kebutuhan sehari-hari. Jadi jika kita mencari pembanding untuk MBTO, maka MRAT adalah yang paling tepat. Ukuran perusahaannya dari sisi aset juga tidak terlalu berbeda.

Kembali ke masalah MBTO. MBTO adalah salah satu anak usaha dari Grup Martha Tilaar, sementara MRAT adalah perusahaannya Ibu Mooryati Soedibyo. Jadi MBTO ini sama sekali bukan saudari dari MRAT, karena pemiliknya berbeda. Berbeda dengan Grup Mustika Ratu yang seluruhnya sudah listing di bursa sejak tahun 1995 dalam bentuk MRAT, Grup Martha Tilaar tidak meng-IPO-kan seluruh grupnya, melainkan hanya MBTO saja. Sementara Grup Martha Tilaar masih punya banyak perusahaan lainnya diluar MBTO, salah satunya PT Sari Ayu Martha Tilaar. Jadi MBTO ini kira-kira sama seperti Agung Podomoro Land (APLN) yang juga menggelar IPO beberapa waktu lalu, dimana APLN hanyalah anak usaha dari Grup Agung Podomoro.

Dan ternyata, juga terdapat kesamaan antara MBTO dan APLN, dalam hal harga saham terbarunya. MBTO ketika IPO dilepas pada harga 740. Sekarang? Tinggal 500, atau sudah anjlok lebih dari 30%. Sementara APLN juga sudah turun ke posisi 340, sekitar 7% dibawah harga IPO-nya. Terlepas dari faktor pengaruh dari kondisi IHSG pada saat ini yang memang lagi koreksi, namun penurunan MBTO hingga 30% tersebut jelas tetap sulit diterima. Terlalu dalam! Bukannya biasanya saham-saham IPO itu selalu naik tajam, paling tidak pada satu atau dua hari perdagangan perdananya? Kenapa MBTO ini malah sudah ditutup turun bahkan sejak hari perdagangan pertamanya?

Lantas apanya yang salah? Kalau kita melirik catatan kinerja terakhirnya, MBTO secara fundamental sebenarnya cukup bagus. Laba bersihnya pada semester pertama 2010 mencapai 12 milyar. Karena ekuitasnya 92 milyar, maka Annual ROE-nya 25.7%, cukup besar dan memang menggambarkan MBTO sebagai perusahaan consumer goods dengan profitabilitas yang bagus. Secara historis pun, sejak 2007, pendapatan dan laba bersih MBTO senantiasa meningkat dari tahun ke tahun. Kalaupun ada masalah adalah utangnya yang mencapai 172 milyar, cukup besar. Tapi karena sebagian besar dari hutang tersebut merupakan utang operasional, dan bukannya hutang finansial, maka pengaruh negatifnya terhadap perolehan laba bersih perusahaan terbilang kecil.

Jadi masalahnya terletak pada harga sahamnya. Harga IPO MBTO yaitu 740, hasil hitungannya PBV 2.9 kali. Angka ini sekilas masih wajar, mengingat MBTO termasuk perusahaan dengan profitabilitas bagus. Tapi kalau kita bandingkan dengan tetangga terdekatnya yaitu MRAT, angka PBV tersebut ternyata sangat tinggi. PBV MRAT berdasarkan laporan keuangan Kuartal III 2010 pada harga terbarunya yaitu 470, hanya 0.6 kali! Dilihat dari PER pun sama. PER MBTO mencapai 33.5 kali, jauh diatas PER MRAT yang cuma 11.4 kali. Meski MRAT sekilas memiliki rasio profitabilitas yang kecil, karena ROE-nya cuma 5.4%, tapi itu karena MRAT memiliki ekuitas yang besar, yaitu 326 milyar (jauh diatas hutangnya yang cuma 39 milyar). Sementara utang MBTO terbilang besar untuk ukuran perusahaan consumer goods. Jadi secara overall, MRAT masih sedikit lebih bagus dari MBTO. Makan tidak masuk akal kalau saham IPO MBTO dijual lebih mahal daripada MRAT. Jadinya, saham MBTO langsung terjun bebas ketika listing.

Pada harga sekarang yaitu 500, MBTO mencatat PBV dan PER masing-masing 1.9 dan 22.6 kali, masih mahal kalau MRAT yang dijadikan pembandingnya. Kalau tidak ada upaya untuk menaikkan harga sahamnya, dan sepertinya memang tidak akan ada, maka untuk saat ini sepertinya agak sulit mengharapkan MBTO bisa bangkit kembali.

Fenomena IPO anak perusahaan

Seperti yang sudah dibahas diatas, MBTO adalah anak usaha dari Grup Martha Tilaar. Sepertinya salah satu perusahaan kosmetik terpopuler di Indonesia ini juga tertarik terhadap peluang untuk mengambil dana investor dari market melalui mekanisme IPO anak usaha, seiring dengan kondisi market yang masih kondusif ketika itu. Sama saja seperti Grup Agung Podomoro yang meng-IPO-kan APLN, Grup Salim yang meng-IPO-kan ICBP, dan Grup Bakrie yang meng-IPO-kan BRMS. Makanya harga IPO-nya dibuat setinggi langit. Kalau mereka sudah dapat duitnya, ya sudah, selesai urusan. Saham MBTO kemudian dibiarkan begitu saja, sehingga berangsur-angsur turun karena memang harganya kemahalan.

Dan memang gak cuma MBTO dan APLN saja harganya pada saat ini sudah cukup jauh dibawah harga IPO-nya. Nyatanya ICBP juga sekarang berada di posisi 4,400, padahal harga IPO-nya 5,395. Cerita berbeda dialami oleh BRMS, yang pada saat ini masih bertahan di 670, masih 35 poin diatas harga IPO-nya. Tapi, BRMS ini bisa bertahan pada harga diatas harga IPO-nya karena sengaja ditahan oleh Grup Bakrie sebagai pemiliknya, karena Grup Bakrie sedang punya kepentingan untuk mengakuisisi 7% saham PT Newmont Nusa Tenggara. Kalau misalnya nanti beredar kabar bahwa Grup Bakrie akhirnya gagal mengakuisisi 7% saham tersebut, maka BRMS ini juga hampir pasti akan mengikuti jejak MBTO, APLN, maupun ICBP. Terlepas dari apakah kinerjanya baik atau buruk, harga IPO masing-masing keempat emiten tersebut terbilang mahal.

Jadi, teori bahwa membeli saham IPO sudah pasti untung, sepertinya harus dipikirkan kembali. Anda memang masih bisa meraup gain instan dari saham IPO, tak peduli meski harga IPO-nya mahal, tapi itu dengan catatan anda harus segera keluar begitu sahamnya listing. Meski MBTO langsung ditutup melemah pada hari perdagangan pertamanya, namun MBTO sempat naik hingga menyentuh level 800 pada pembukaannya. Kalau anda ketika itu menjualnya pada harga tersebut, maka anda masih dapet gain 8% dari MBTO ini, not bad. Semua saham IPO juga begitu: Langsung melesat pada pembukaan hari listing pertamanya, meski harga penutupannya belum tentu tetap menguat.

Tapi kalau anda tidak mau main kilat seperti itu, maka jangan beli sahamnya kalau harganya mahal (kalau anda tidaak yakin soal mahal – murah ini, anda bisa minta pendapat pada teman anda yang lebih berpengalaman), karena jika anda telat keluar sedikit saja, anda akan langsung terjebak loss.

Berhati-hatilah pada IPO perusahaan yang merupakan anak usaha dari sebuah perusahaan, ataupun sebuah grup usaha. Bisa jadi IPO tersebut hanya bertujuan untuk mengambil dana sebesar-besarnya dari investor untuk bayar utang dan sebagainya, dan bukannya untuk mencari dana untuk menambah modal, ekspansi, atau semacamnya. Apalagi jika harganya mahal. IPO model gini, begitu sahamnya listing biasanya kemudian dibiarkan begitu saja mengikuti harga pasar. Dan kalau harga IPO-nya mahal, adalah wajar jika kemudian dia turun bukan?

Susahnya, turunnya harga saham-saham baru ini turut menyebabkan IHSG terkoreksi cukup dalam (karena pertumbuhan harga mereka kan minus, alias bukannya naik, tapi malah turun dari harga perdananya). Koreksi yang terjadi pada IHSG sejauh ini memang masih wajar, dimana ketika note ini ditulis, IHSG ditutup di posisi 3,346, alias masih di level 3,300-an. Tapi jika dimasa mendatang saham-saham IPO ini terus saja turun, maka bukan tidak mungkin koreksi IHSG kali ini akan sedikit lebih dalam dari yang diperkirakan. Time will tell.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar