Semua tulisan di blog ini

Semua tulisan di blog ini
Semua tulisan di blog ini bukan menganjurkan untuk membeli/menjual saham/obyek trading Anda, Semua keputusan ada di tangan Anda karena itu berhati-hatilah dalam melakukan trading dan investasi.

Minggu, 16 Januari 2011

KRISIS EKONOMI 2008

Langkah awal menuju krisis dimulai sejak masuknya dana asing ke suatu negara. Untuk krisis 2008 benihnya ditanam besar-besaran pada tahun 2002 sampai tahun 2007. The Fed menurunkan suku bunganya sampai 1% dan kredit dilonggarkan, liquiditas diglontorkan. Spekulan, investor pinjam uang dan berspekulasi. Kebanyakan yang dipinjam adalah US$, kemudian Yen dan Swiss frank. Karena sifat sistem FRB, maka dana yang bisa dipinjamkan sangat besar.

Dana ini mengalir ke negara-negara lain. Di suatu negara, aliran dana masuk bisa digambarkan seperti diagram di bawah ini. US$ masuk ke dalam ekonomi suatu negara. Kemudian bank sentral melakukan sterilisasi dengan membeli US$ dan mencetak uang lokal (rupiah, yuan, Singapore dollar, dsb). Uang lokal yang baru ini oleh bank komersial dipakai untuk menciptakan kredit yang berlipat ganda. Bayangkan bagaimana besarnya pencipkaan kredit ini kalau ditelusuri dari asalnya di US.

Bank Sentral, BI untuk Indonesia, akan menukarkan US$ ke treasury bond (TB) atau surat hutang US dan disimpan sebagai cadangan devisa. Jangan heran kalau cadangan devisa di seluruh dunia naik tidak karuan dalam kurun waktu yang pendek – 5 tahun, dari $ 1.5 trilliun menjadi hampir $ 7 trilliun

Ekonomi negara yang bersangkutan menjadi marak. Ada yang ekonomi riilnya marak seperti Cina, Russia, Dubai, Abu Dhabi. Ada yang Cuma ekonomi makronya saja. Yang ekonomi riilnya marak seperti Cina, investasi di sektor riil cukup besar. Banyak pabrik-pabrik dibangun. Tetapi kalau dilihat secara cermat industri Cina masih berorientasi US dan Asing. Menurut teman saya, warga negara Cina, pabrik-pabrik di Cina kebanyakan hanya menerima order dari US. Kemudian barang-barang ini di beri label dan merek US, Seperti Lenovo, Dell, ToyRUs. Jadi tidak lain hanya perpanjangan tangan industri di US. Dengan kata lain, yang selama ini dikatakan bahwa US mengalami defisit perdagangan tidak 100% benar. Karena industri yang ada di Cina (negara yang mengalami surplus perdagangan) adalah perpanjangan industri di US (negara yang mengalami defisit perdagangan). Yang banyak untung adalah industri US juga. Sengaja saya beri penekanan pada kata ini, karena akan saya pakai untuk menerangkan bagaimana krisis di Russia yang notabene punya cadangan devisa lebih dari $ 550 milyar.
Untuk Indonesia, dana asing ini masuk ke sektor saham dan kredit perkebunan dan pertambangan. Memang bukan perpenjangan industri di US tetapi adalah pendukung industri dan konsumsi di US. Yang berbahaya adalah kreditnya.

AWAL DARI KRISIS
Awal dari krisis adalah dimulai dari kasus subprime. Ingat dengan sistem FRB, kerugian kecil bisa membangkrutkan bank. Ini adalah korollari hasil deduksi sebelumnya. Karena kerugian dari subprime, banyak bank di US mempunyai equity yang negatif. Karena sebagian reservenya musnah karena gagal bayar, maka kreditpun harus dikurangi untuk mempertahankan perbandingan cadangan vs kredit. Banyak kredit tidak diperpanjang. Dan kredit yang dananya disalurkan ke luar negri ditarik.

Terjadilah repatriasi US$. Proses repatriasi US$ di sebuah negara, seperti Indonesia misalnya, bisa digambarkan seperti yang terlihat pada diagram di bawah ini.

Gejalanya nampak dengan mengkerutnya sektor-sektor yang sebelumnya dimasuki dana asing. Bursa saham anjlok, jika sebelumnya bursa dimasuki dana asing. Kredit luar negri tidak diperpanjang. Ini dialami beberapa perusahaan.

Secara sederhana apa yang bisa terjadi, kira-kira sebagai berikut:

1. Repatriasi bisa berlangsung cepat dan lebih cepat dari pada kerja BI menukar US-TB nya. Sehingga terjadi kelangkaan US$. Harga US$ akan melonjak. Pemerintah akan mencoba mengerem proses ini. Spekulan lokal ikut ambil bagian dan membuat pemerintah semakin panik. BI juga lambat menarik rupiah, sehingga membuat rupiah semakin melemah.

2. Karena dana asing keluar, maka kredit yang diciptakan (berdasarkan azas FRB), juga harus dikurangi dan jumlahnya berlipat ganda. Ingat dana $ 100 juta yang masuk didepositkan bisa menciptakan $900 juta kredit, dan kalau dana ini keluar, maka $ 900 juta kredit juga harus ditarik.

3. Di Indonesia (atau Cina atau Russia) terjadi penarikan kredit secara besar-besaran. Repotnya kalau dana asing ini keluar dengan keuntungannya yang cukup besar. Secara aggregat bank-bank di negara yang bersangkutan akan mengalami negatif equity. Artinya equity nya tidak cukup untuk membayar deposit nasabahnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar