Semua tulisan di blog ini

Semua tulisan di blog ini
Semua tulisan di blog ini bukan menganjurkan untuk membeli/menjual saham/obyek trading Anda, Semua keputusan ada di tangan Anda karena itu berhati-hatilah dalam melakukan trading dan investasi.

Senin, 18 Juli 2011

INFLASI antara MITOS dan KENYATAAN

I N F L A S I

Mitos: Inflasi adalah kenaikan harga-harga.
Yang benar: Inflasi adalah laju pertumbuhan volume uang yang beredar di dalam ekonomi. Bank sentral/otoritas keuangan mencetak uang sehingga jumlahnya di dalam ekonomi meningkat, akibatnya nilai uang turun dan harga-harga naik.
Jadi inflasi adalah perbuatan manusia yang disengaja berkaitan dengan jumlah uang yang beredar, bukan gejala ekonomi akibat permintaan dan penawaran barang/jasa.

Jika orang ditanya: apakah inflasi itu? Mereka akan memilih jawaban yang mitos. Karena itulah yang mereka sering dengar. Pengertian inflasi yang beredar di masyarakat adalah yang mitos bukan pengertian yang sebenarnya. Penguasa tidak ingin kebenaran mitos ini terungkap karena kebenaran adalah musuh terbesar dari pemerintah (Goebbels).
“If you tell a lie big enough and keep repeating it, people will eventually come to believe it. The lie can be maintained only for such time as the State can shield the people from the political, economic and/or military consequences of the lie. It thus becomes vitally important for the State to use all of its powers to repress dissent, for the truth is the mortal enemy of the lie, and thus by extension, the truth is the greatest enemy of the State.” (Joseph Goebbels)

Apa jadinya kalau semua rakyat tahu bahwa uang milik mereka dibuat turun nilainya oleh pemerintah secara terus menerus melalui penerbitan uang-uang baru?
Pemerintah menyebarkan mitos ini ada tujuannya. Bagi pemerintah inflasi mempunyai beberapa fungsi.
1. Pajak atas tabungan
2. Memindahkan kekayaan riil dari penabung ke penghutang
3. Menghancurkan hutang

Pemerintah hidup dari pajak seperti yang telah dibahas sebelumnya. Tetapi pajak bukanlah hal yang populer. Bayangkan kalau anda dikenai pajak 70%-80% dari harta dan penghasilan anda seperti yang dikenakan kepada Mick Jagger atau Cats Steven oleh pemerintah Inggris. Anda pasti marah. Apalagi kalau pajak ini mau diterapkan, dibebankan kepada seluruh rakyat. Pasti terjadi pemberontakan. Oleh sebab itu perlu diciptakan cara yang lebih halus dan tersembunyi di balik kekuasaan dan hak monopoli pencetakan uang. Misalnya pemerintah mencetak uang sehingga uang yang beredar bertambah 20% per tahun, jika barang dan jasa di dalam ekonomi tidak bertambah berarti nilai uang turun sebesar 20%. Artinya nilai riil tabungan anda turun, nilai riil gaji anda turun, nilai riil hutang anda juga turun.

Dengan mitos inflasi (bahwa inflasi = kenaikan harga-harga) berarti penguasa bisa menyalahkan para pelaku ekonomi terutama pedagang. Tuduhan bisa dilontarkan bahwa karena ulah pedagang menimbun barang menyebabkan harga naik. Kemudian tuduhan itu dibarengi dengan operasi pasar (menyalurkan barang dengan harga disubsidi) membuat image penguasa naik. Menjelekkan pedagang dan mendongkrak citra diri sendiri. Hal ini mudah dicerna dan didukung rakyat.
Perlu diketahui bahwa tuan tanah, tengkulak, penimbun, spekulator yang sering dijadikan kambing hitam oleh penguasa, sebenarnya mereka merupakan bagian yang penting dalam ekonomi pasar. Kalau mereka dihilangkan, ekonomi menjadi terganggu. Jangan salah mengerti, kata tuan tanah, tengkulak, penimbun mempunyai padanan kata yang berkonotasi positif. Tuan tanah adalah pemilik tanah, tengkulak.
Bulog (Badan Urusan Logistik) milik pemerintah Indonesia juga penimbun. Perbedaan antara Bulog dan penimbun/spekulator swasta ialah bahwa pelaku Bulog tidak mempunyai rasa memiliki sehingga rawan korupsi.

Supaya pengelabuhan ini lengkap, inflasi kemudian disamarkan dengan indeks harga bahan pokok. Kalau yang namanya indeks, cara menghitungnya bisa dibuat rumit, menjadi intimidatif jika ada yang mau menelusurinya dan tidak lagi transparan. Ini mengikuti hukum: “kalau kita tidak bisa menyakinkan orang, buatlah dia bingung supaya akhirnya pasrah dan tidak bertanya lagi”. Jadi jangan heran kalau dengar inflasi negatif tetapi harga diesel dan minyak goreng naik di atas 20%. Ini beberapa kali terjadi di Indonesia di tahun 2007. Dan tidak ada wartawan yang menyoal hal ini, karena sudah terintimidasi oleh rumit dan canggihnya perhitungan indeks harga bahan pokok atau indeks inflasi.

Sebagai pajak tabungan, inflasi sangat effektif dalam menjangkau “underground economic” (ekonomi bawah tanah). Bagi pekerja, tangan-tangan pajak bisa menjangkau penghasilan mereka melalui perusahaan. Pajak dipotong langsung oleh perusahaan. Lain halnya dengan tukang bakso, tukang sayur, pengemis, pemulung, tukang ojek dan profesi sejenisnya di sektor informal (underground economy), mereka tidak kena pajak penghasilan atau pajak penjualan. Jangan dikira mereka ini penghasilannya rendah. Seorang pemulung yang mangkal di daerah rumah saya, penghasilannya Rp 100.000 – Rp 200.000 per hari, 365 hari per tahun (tahun 2007). Jelas penghasilan mereka sudah melewati batas kena pajak. Sayangnya penarik pajak tidak bisa menjangkau mereka secara langsung. Oleh sebab itu diperlukan mekanisme untuk memajaki mereka yaitu lewat inflasi. Inflasi yang menggerus nilai riil tabungan mereka bisa disebut pajak terhadap harta pelaku ekonomi bawah tanah.

Inflasi sebagai pajak, mempunyai spektrum luas. Artinya sasarannya ialah siapa saja yang mempunyai uang yang di-inflasikan, tidak mengenal batas negara atau kewarganegaraan, tetapi siapa saja. Seperti US dollar, yang beredar dan ngendon di bank sentral banyak negara karena dijadikan cadangan devisa serta yang ada di tabungan perorangan, laju pertumbuhan dollar yang beredar sebesar 5%-12% misalnya, berarti nilai riil simpanan dollar turun dengan laju 5% - 12% per tahun. Kalau tabungan itu memperoleh bunga maka bunga itu bisa meredam sedikit turunnya nilai riil tabungan.

Mendapatkan pemasukkan negara/pemerintah/penguasa melalui inflasi sangatlah mudah. Syaratnya sekedar punya kekuasaan (dan monopoli) pencetakan/penerbitan/pengedaran uang. Sedangkan ongkos mencetak sangat murah, seperti yang pernah dibahas dalam bab Uang Politikus. Mencetak uang Rp 100.000 atau Rp 5.000 atau $ 100 atau kalau ada nanti Rp 1000.000, memerlukan usaha, tinta, kertas dan peralatan yang sama. Apalagi sekarang ini, uang tidak selalu berbentuk kertas melainkan juga catatan elektronik. Anda digaji melalui transfer elektronik. Belanja dengan kredit card atau debit card juga secara elektronik. Ketika bank memberikan hutang, tinggal mengkreditkan di rekening anda. Praktis penggunaan (uang) kertas sudah berkurang banyak. Catatan elektronik telah menggantikan kertas. Karena uang sekarang ini sebagian hanyalah catatan elektronik maka memciptakannya semakin mudah, hanya dengan pencetan tombol keyboard komputer. Kalau anda berjiwa kriminal, anda akan bertanya, “tentunya memalsukan uang sekarang menjadi semakin mudah dan sulit dilacak bagi hacker hacker ulung”. Mungkin saja. Bagi seorang hacker ulung, kalau bisa masuk ke sistem komputer otoritas keuangan dan mengkreditkan sejumlah uang di rekeningnya. Mudah bagi yang ulung dan tahu sistemnya. Tidak perlu lagi beli tinta dan kertas uang serta sembunyi-sembunyi mencetak dan mengedarkannya, melainkan harus tahu bagaimana agar tidak terlacak secara elektronis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar